Selasa, 29 Desember 2009


Deskripsi adalah media yang dibentuk untuk menyuarakan ekspresi kami. sejak kemunculannya di kampus aksi dan reaksi dari seluruh civitas kampus mulai kembali melirik kami. kehadiran kami seakan sebagai hantu yang menakuti mereka. seakan kami adalah musuh mereka. padahal kita hadir untuk menjadi teman, sahabat, partner untuk bersama membangun kampus tercinta. tanggung jawab sebagai bagian dari kampus kuning adalah beban berat. dan kami menganggap bahwa dengan media inilah kami dapat berekspresi,media inilah kami dapat membangun STIEM Bongaya.

Rabu, 18 November 2009

Tan Malaka

TAN Malaka –lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka—menurut keturunannya ia termasuk suku bangsa Minangkabau. Pada tanggal 2 Juni 1897 di desa Pandang Gadang –Sumatra Barat—Tan Malaka dilahirkan. Ia termasuk salah seorang tokoh bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh.Yamin dan lain-lain.

Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang orisinil, berbobot dan brilian hingga berperan besar dalam sejarah perjaungan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia mendapat julukan tokoh revolusioner yang legendaris. Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis.Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Syarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus- kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.


Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua,
memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran (hobby) mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah, dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada apidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”. Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum komunis dunia.

Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI. Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang saangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannyamemisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso. Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu.

Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digul Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu,berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibukota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Cina, April 1925. Prof. Moh. Yamin sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”

Ciri khas gagasan Tan Malaka adalah: (1) Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah berdasarkan ilmu bukti, (2) Bersifat Indonesia sentris, (3) Futuristik dan (4) Mandiri, konsekwen serta konsisten. Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku, brosur dan ratusan artikel di berbagai surat kabar terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya “MADILOG” mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara “Text book thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan doktriner. Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat enjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Semua karya Tan Malaka danpermasalahannya dimulai dengan Indonesia. Konkritnya rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya.

Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang “text book thinking” dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dicetuskan sejak tahun 1925 lewat “Naar de Republiek Indonesia”. Jika kita membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik,ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran(“Gerpolek”-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan kita temukan benang putih keilmiahan dan keIndonesiaan serta benang merah kemandirian, sikap konsekwen dan konsisten yang direnda jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangan implementasinya.Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun.

Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu. Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi republik Indonesia akibat Perjanjian Linggarjati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Syahrir dan Perdana Menteri AmirSyarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta. Dan pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya ditengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela Proklamasi” di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Sukarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.

Lao Tse (Tao Te Ching)

DARI beribu-ribu judul buku yang pernah ditulis di Cina, mungkin yang paling banyak diterjemahkan dan dibaca di luar negeri itu adalah sebuah buku ditulis lebih dari 2000 tahun yang lalu, terkenal dengan nama Lao Tse atau Tao Te Ching. Buku Tao Te Ching ini atau "Cara lama dan Kekuatannya" adalah naskah utama di mana filosofi Taoisme diperinci.

Buku ini buku ruwet, ditulis dalam gaya khas yang luar biasa dan mampu menyuguhkan pelbagai rupa penafsiran. Ide sentralnya berkaitan dengan masalah Tao yang lazim diterjemahkan dengan "Jalan" atau "Jalur." Tetapi, konsepnya agak kabur, karena buku Tao Te Ching sendiri dimulai dengan kalimat: "Tao yang akan dijelaskan bukanlah Tao yang abadi; nama yang disebut di sini bukanlah nama yang abadi." Tetapi, dapatlah kita katakan bahwa Tao berarti secara kasarnya "Alam" atau "Hukum Alam."

Taoisme beranggapan bahwa individu jangan bergulat melawan Tao melainkan harus tunduk menghambakan diri dan bekerja bersamanya. (Seorang Taoist dapat menunjuk contoh air yang lembutnya tak terbatas, yang mengalir tanpa protes menuju daratan rendah dan yang tak melawan kekuatan selemah apa pun, tak terhancurkan, tetapi karang yang sekokoh apa pun bisa luluh pada akhirnya).

Untuk seorang pribadi manusia, kesederhanaan dan kewajaran merupakan hal jadi anjuran. Kekerasan harus dijauhi, seperti juga halnya bergulat untuk uang dan prestise. Orang tidak boleh bernafsu mengubah, dunia, melainkan harus menghormatinya. Bagi pemerintahan, langkah yang dianggap bijak adalah berbuat tidak begitu aktif, banyak mengatur ini melarang itu. Apalagi, aturan dan batasan sudah kelewat banyak. Karena itu menambah lagi undang-undang, atau memperkeras ketentuan-ketentuan lama yang sudah ada, hanya mengakibatkan keadaan tambah buruk. Pajak yang tinggi, rencana-rencana pemerintah yang terlalu ambisius, menggalakkan perang, kesemuanya ini berlawanan dengan filosofi Taoisme.

Menurut tradisi Cina, penulis Tao Te Ching adalah seorang bernama Lao Tse yang katanya sejaman tetapi lebih tua dari Kong Hu-Cu. Tetapi, Kong Hu-Cu hidup di abad ke-6 SM. Dan keduanya --baik dari sudut gaya maupun isi tulisan-- hanya sedikit ilmuwan masa kini percaya bahwa Tao Te Ching ditulis pada masa begitu dini. Ada beda pendapat tentang waktu yang sesungguhnya penyusunan buku itu. (Tao Te Ching sendiri tak pernah menyebut nama orang tertentu, tidak juga tempat, tanggal, atau kejadian-kejadian historis). Tetapi, tahun 320 SM merupakan perkiraan yang pantas-sebetulnya dalam waktu delapan puluh tahun dari waktu yang sesungguhnya, dan mungkin lebih dekat lagi.


Keluarga penganut faham Taoisme memberi persembahan kepada bulan purnama menjelang musim gugur.

Masalah ini membuat suatu sengketa pendapat tajam mengenai waktu bahkan menyangkut adanya Lao Tse sendiri. Sementara pihak yang berwenang percaya tradisi bahwa Lao Tse hidup di abad ke-6 SM, karenanya berkesimpulan dia tidaklah menulis Tao Te Ching. Sarjana-sarjana lain menganggap orang itu tak lebih dari tokoh dongeng belaka. Pendapat saya sendiri, yang hanya disepakati oleh sebagian kecil sarjana, adalah sebagai berikut: (1) Lao Tse itu memang betul-betul ada orangnya dan memang penulis Tao Te Ching; (2) dia hidup di abad ke-4 SM ; (3) Cerita bahwa Lao Tse sejaman tetapi lebih tua dari Kong Hu-Cu adalah keterangan yang dibikin-bikin, yang fiktif dan dikarang oleh filosof Taoist yang datang belakangan sekedar untuk tujuan menambah prestise terhadap orangnya dan bukunya.

Baik dicatat, dari para penulis-penulis Cina terdahulu baik Kong Hu-Cu (551-479 SM), atau Mo Ti (abad 5 SM), atau Meng-tse (371-289 SM) tak satu pun menyebut baik Lao Tse maupun Tao Te Ching. Tetapi, Chuang Tse, seorang filosof Taoist kenamaan --yang muncul sekitar tahun 300 SM menyebut nama Lao Tse berulang kali.

Karena soal ada atau tidaknya di dunia ini manusia yang namanya Lao Tse itu masih jadi pertanyaan, selayaknya kita pun meragukan detail-detail biografinya. Tetapi, ada sumber yang patut dihargai dalam bentuk pernyataan sebagai berikut: Lao Tse dilahirkan dan hidup di Cina bagian utara. Sebagian dari masa hidupnya dia menjadi ahli sejarah atau seorang pembimbing bagian arsip pemerintahan, besar kemungkinan di kota Loyang, ibukota kerajaan dinasti Chou. Lao Tse bukanlah namanya yang sesungguhnya, melainkan sekedar panggilan kehormatan yang secara kasarnya berarti "sesepuh." Dia beristri dan punya putera bernama Tsung. Si Tsung ini kemudian jadi jendral di negeri Wei.

Meskipun Taoisme bermula dari falsafah sekuler, tetapi semacam gerakan keagamaan berkembang dari sana. Tetapi, karena Taoisme sebagai sebuah filosofi melanjut atas dasar khususnya gagasan yang tertuang dalam buku Tao Te Ching, "Agama Taoist" ini segera diliputi dengan kepercayaan dan cara ibadah yang penuh takhyul yang sedikit sekali kaitannya dengan ajaran Taoisme.

Berpegang pada dugaan bahwa Lao Tse adalah penulis sesungguhnya buku Tao Te Ching, pengaruhnya betul-betul luas. Buku itu amat ringkas (isinya kurang dari 6000 huruf Cina, karena itu masih kurang banyak untuk dimuat dalam selembar koran!), tetapi dia berisi banyak buah pikiran yang mendalam. Seluruh barisan filosof Taoisme berpegang pada buku ini selaku pangkal tolak dari ide-idenya sendiri.

Di Barat, Tao Te Ching jauh lebih populer ketimbang tulisan-tulisan Kong Hu-Cu atau filosof Kong Hu-Cu yang mana pun. Nyatanya, sedikitnya ada empat puluh macam terjemahan bahasa Inggris diterbitkan dari buku itu, lebih banyak dari terjemahan buku apa pun, kecuali Injil.

Sedangkan di Cina, faham Kong Hu-Cu umumnya merupakan falsafah anutan yang dominan, dan jelas ada pertentangan antara buah pikiran Lao Tse dengan Kong Hu-Cu. Kebanyakan orang Cina menganut faham yang disebut belakangan itu. Tetapi Lao Tse secara pukul rata dihargai tinggi oleh para penganut Kong Hu-Cu. Dan lebih dari itu, dalam banyak hal, ide-ide Taoisme dibaur begitu saja dengan ide-ide Kong Hu-Cu, karena itu berpengaruh terhadap berjuta-juta orang walau tidak menamakan dirinya Taoist. Begitu pula, Taoisme punya pengaruh yang jelas terhadap perkembangan filosofi Buddha di Cina, khususnya terhadap Buddha Zen. Kendati sedikit orang sekarang menyebut dirinya Taoist, tak ada seorang filosof Cina kecuali Kong Hu-Cu yang punya pengaruh begitu luas dan begitu mantap jalan pikiran manusia seperti halnya Lao Tse.